10 Kabupaten Kota Di Kaltim Wajib Ukur Potensi Karbon

SAMARINDA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim mengajak kabupaten/kota se Kaltim melakukan pengukuran potensi karbon di daerah masing-masing. Instansi teknis terkait secara terintegrasi mulai tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga tingkat tapak pemerintah desa dan kelurahan melakukan pengukuran menggunakan sistem Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) yang dibentuk REDD+ dalam pengelolaan lingkungan berkelanjutan. “Ini penting untuk mengukur seberapa besar karbon yang dihasilkan hutan di lingkungan kita. Semakin banyak karbon, maka semakin banyak pula oksigen yang dihasilkan untuk keberlangsungan hidup manusia di muka bumi,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, Nursigit ketika ditemui seusai membuka rapat sosialisasi sistem portal data MRV, di Kantor DLH Kaltim, Senin (12/11). Sejumlah karbon yang dapat diperbesar dengan cara mengurangi deforestasi atau alih fungsi hutan untuk sektor lain seperti perkebunan, pertambangan, dan kegiatan lain. Ia menilai areal hutan boleh digunakan untuk kepentingan ekonomi, tapi harus dikelola secara berkelanjutan dan lestari, menurutnya. Jangan sampai, kata dia, dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, ketika melihat sisi ekonominya hijau atau positif, tapi sisi lingkungan dan masyarakatnya kuning atau kurang baik. Idealnya ketiga pilar tersebut, yakni ekonomi, lingkungan, dan masyarakat harus berjalan parallel ditandai semuanya hijau. “Supaya berjalan disarankan agar bisa dimasukan sebagai program daerah. Dimasukan dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah baik RPJMD maupun RPJPD agar bias dilaksanakan sebagai kegiatan tahunan. Sebab tujuannya bagus. Meningkatkan kelestarian SDA daerah,” katanya. Lebih dari itu, program penurunan emisi karbon tersebut sudah ditetapkan sebagai program nasional. Pemerintah telah bersepakat siap menjaga karbon sebanyak 22 juta ton ekuivalen dengan ditetapkan Kaltim sebagai daerah pelaksanaan program. Bila berhasil, Indonesia akan mendapat kompensasi sebesar US$ 110 juta atau senilai Rp1,4 triliun. Itu dengan perhitungan 1 ton karbon dihargai US$5juta. “Makanya harus dilakukan bersama dengan mekanisme melakukan MRV tadi. Ini untuk mengukur porgam yang kita laksanakan mampu menurunkan emisi karbon. Misalnya mampu menahan dgradasi dan deforestasi dalam pengembangan ekonomi di daerah,” tegasnya lagi mengingatkan.(Diskominfo/dir) Sumber : DPMPD